REVIEW DARI FILM SEASPIRACY
REVIEW
DARI FILM SEASPIRACY
Oleh
Ali Tabrizi
Berdurasi
1 jam 30 menit
Film
ditayangkan di Netflix
Film yang diproduksi oleh sutradara Ali Tabrizi ini
merilis trailer perdana di Netflix melalui akun YouTube resminya pada 4 Maret
2021. Dalam video berdurasi 2:20 menit tersebut, terungkap sejumlah hal yang
mendorong sutradara memulai proyek ini.
Film dibuka dengan footage demi footage terkait
aktivitas di pesisir pantai dan lautan, mulai dari keributan sama aparat,
penangkapan ikan di tengah badai, sampai dengan wawancara kontroversial sama
seseorang yang bilang bahwa jika seseorang takut mati, lebih baik pulang
(maksudnya, enggak usah melaut).
Kemudian, cerita bergulir kepada masalah plastik yang
udah menggunung di lautan serta lumba-lumba yang dibunuh di Jepang karena
mengurangi jatah ikan yang bisa ditangkap oleh nelayan. Ada juga cerita tentang
kapal-kapal internasional ilegal yang berlayar untuk menjarah ikan-ikan di
perairan negara lain.
Seaspiracy menuding bahwa keserakahan manusia merusak
lautan. Ia bahkan meragukan bahwa label-label sustainable dalam produk ikan itu
diragukan kebenarannya. Secara utuh, film dokumenter ini seolah memberikan
opini bahwa menjadi vegetarian adalah hal yang terbaik, karena pola konsumsi
ikan manusia sangat merusak dan berbagai organisasi pencinta lingkungan enggak
bener-bener melakukan misinya.
Seaspiracy banyak mendapatkan kritik karena beberapa
hal. Yang pertama, adalah karena film ini bersifat subjektif dan cuma
menyajikan fakta-fakta yang memang mendukung keinginan pembuat film. Marine
Stewardship Council, yang diceritakan enggak jujur dalam memberikan label
sustainable pada produk-produk laut, mengatakan klaim dari film ini
mengada-ada.
Sementara itu, Plastic Pollution Coalition menyatakan
bahwa Seaspiracy melakukan cherry-picking terhadap pernyataan mereka tentang
masalah plastik, sehingga fakta yang disajikan memang enggak menipu, tetapi
karena dipotong-potong, jadi enggak sesuai sama apa yang mau disampaikan.
Seolah, semua hal yang ada di dalam film ini memang sengaja dibentuk sedemikian
rupa untuk memperkuat framing bahwa hewan laut sebaiknya berhenti dikonsumsi,
alih-alih menyajikan fakta apa adanya.
Setiap footage yang disisipkan di dalam film ini
seolah bukan mau membuka mata, tetapi mau "mencuci otak" penonton
untuk menyetujui apa yang ingin disampaikan sutradara. Banyak pihak yang
digambarkan jahat dan enggak kooperatif, termasuk orang di bagian pengumpulan
ikan yang marah karena direkam.
Terdapat film lain dengan judul dan semangat yang
hampir sama, berjudul Cowspiracy. Walaupun subjek yang dibahas berbeda,
ujung-ujungnya film itu juga mengarahkan manusia untuk menjadi vegan. Dan
ketika ditelusuri lagi, dua film itu diproduksi oleh pihak yang sama, Kip
Andersen.
Pilihan untuk menjadi vegetarian adalah pilihan yang
bijak dan bebas. Namun, bisa dibayangkan enggak bagaimana dunia ini bakal
berjalan kalau semua orang menjadi vegetarian? Bisa dibayangkan enggak kalau
semua orang bersatu buat menghentikan produksi pangan dari laut? Yang ada,
peradaban bisa rusak dan banyak orang yang kehilangan sumber gizi dan mata
pencaharian.
Selain seolah dibuat hanya untuk memuaskan pertanyaan
dan pemikiran sutradara serta produser, Seaspiracy memang merupakan film yang
bersifat erosentrisme (barat-sentrisme). Maksudnya, semua masalah laut cuma
dilihat dari sisi orang Barat aja. Tradisi penangkapan dan pengolahan ikan itu
unik dan berbeda-beda di setiap negara, dan seolah film ini menyalahkan banyak
negara non-Western (Jepang, Hong Kong, Thailand, Liberia, dan sebagainya), atas
permasalahan lautan.
Beberapa hal yang positif memang bisa kita ambil dari
film ini, misalnya kayak bagaimana manusia sebaiknya enggak serakah mengambil
hasil laut sebanyak yang mereka mau dan bahwa illegal fishing serta perbudakan
di dunia penangkapan ikan memang harus ditindak dengan serius, seperti apa yang
pernah terjadi pada saat Ibu Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan dan
Perikanan.
Melihat soal illegal fishing dan perbudakan memang
bikin kita emosi, tetapi kampanye berhenti mengonsumsi hasil laut adalah
tindakan yang enggak bijak. Ada banyak orang yang menggantungkan hidup dari
laut, baik dari segi uang maupun gizi.
Sebetulnya, bakal keren kalau Seaspiracy memfokuskan
cerita pada bagaimana seharusnya pemerintah dan pihak-pihak yang bertanggung
jawab mengontrol industri penangkapan dan pengolahan hasil laut. Alih-alih
menyuruh orang menjadi vegetarian, yang sebaiknya harus dibenahi adalah
regulasi dan ketegasan pemerintah.
Jadi, menonton Seaspiracy memang membutuhkan pikiran
yang realistis dan kritis. Karena, kalau enggak, pikiran kamu hanya akan
terfokus pada betapa jahatnya aktivitas makan ikan dan hasil laut lainnya,
serta menghakimi banyak orang yang sekadar suka seafood atau malah yang
betul-betul menggantungkan hidup pada industri perikanan. Dan sekali lagi, itu
pikiran sama sekali enggak membantu mengatasi masalah sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar