RINGKASAN SINGKAT DARI BUKU HOMODEUS
RINGKASAN
DARI BUKU HOMODEUS
Masa
Depan Umat Manusia
Ditulis
oleh Yuval Noah Harari
Cetakan
4, Februari 2019
Ini adalah buku kedua dari trilogi Homo Sapiens karya
Yval Noah Harari. Homo Sapiens bercerita dari mana kita berasal, maka buku
kedua ini berandai-andai kemana kita akan pergi. Kalau buku pertama bercerita
kehadiran kita adalah hasil evolusi, seleksi alam maka buku Homo Deus bercerita
tentang teknologi baru setingkat dewa, yaitu kecerdasan buatan dan rekayasa
genetika yang akan hadir di tengah-tengah keberadaan sapiens. Apakah kemunculan
robot dan otomatisasi ini akan menggeser keberadaan manusia di planet bumi?
Seperti dahulu ketika manusia bertarung dengan saudara-saudara spesies lainnya
agar mampu bertahan di planet bernama bumi?
Kata Harari, saat ini kita (manusia) meyakini bahwa
kita telah mampu mengatasi masalah-masalah besar seperti wabah, perang, dan kelaparan. Belum sepenuhnya teratasi namun setidaknya persoalan tersebut saat ini dapat dipahami dan dikendalikan menjadi tantangan-tantangan yang bisa dicarikan solusinya. Manusia telah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk mencegah kelaparan, wabah, dan perang dan berhasil melakukannya. Kegagalan tentu masih ada, tetapi kini manusia tak lagi menyerah begitu saja dengan mengatasnamakan takdir. Ketika perang, wabah, dan kelaparan melanda di luar kendali kita, kita tahu bahwa seseorang atau sesuatu pasti sudah mengacau dan kita berusaha mengatasinya dan bertindak lebih baik. Dan memang berhasil. Bencana-bencana itu
semakin jarang dan sedikit. Lalu, masalah apa yang akan menghadang kita di
masa depan? Hal-hal apa yang dapat menuntut perhatian dan kemampuan
kita? Sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan Harari, pembaca akan
diajak melihat cerita-cerita masa lalu yang melatarbelakangi persoalan besar
manusia seperti kelaparan, wabah, dan perang.
Harari mengumpulkan banyak temuan di berbagai bidang
ilmu dan kemudian menyatukan semuanya dengan sudut pandang yang tak
terduga. Dalam buku Homo Deus (Manusia Dewa), Harari menggambarkan
ramalan agenda baru manusia di masa depan dengan menjadi dewa buatan sendiri di
bumi. Untuk mencapai tujuannya itu maka manusia memfokuskan dirinya pada ilmu
pengetahuan dan teknologi informasi utamanya kecerdasan buatan.
Harari dalam bukunya Homo Deus mengungkapkan
kemungkinan masa depan yang akan dialami umat manusia. Walaupun terkesan kelam
namun ada pesan yang sangat tegas yang ingin disampaikan oleh Harari, yaitu
langkah apa yang kita semua harus lakukan agar jangan sampai umat manusia di
masa depan mengalami kehancuran.
Selaras dengan 3 isu penting yang selalu disampaikan
Harari, yaitu teknologi nuklir, pemanasan global dan kecerdasan buatan,
buku ini membahas lanjutan untuk ketiga isu penting tersebut dalam kerangka
humanisme, kekuatan data dan manusia super (kecerdasan buatan).
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian yang tiap
pembahasan bagiannya tidak terlalu signifikan berbeda, namun tetap akan saya
jadikan urutan dalam resensi ini.
Bagian Satu -- Homo sapiens menaklukan dunia
Manusia mulai menyadari segala sesuatu sebagai sebuah
algoritma. Algoritma sendiri merupakan rangkaian kode yang diperlukan untuk
mencapai tujuan. Misalnya jika ingin membuat kue, maka algoritmanya memerlukan
rangkaian langkah-langkah seperti mencampur bahan, mengaduk, mencetak dan
memanggang. Dunia kemudian dianggap sebagai sebuah algoritma yang bisa dikuasai
manusia dengan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menaklukannya.
Manusia dengan segala kemajuan ilmu pengetahuannya
kemudian menjadi sombong dan mendominasi dunia. Bahkan, seperti yang
digambarkan penulis, manusia saat ini merasa lebih adidaya dibanding Tuhan.
Ketika doa dan puja-puji dianggap belum tentu
memberikan secara nyata/berwujud/materil apa yang diinginkan manusia, ilmu
pengetahuan dan teknologi menjanjikan suatu kepastian hasil, terlepas dampaknya
terhadap dunia (dan kaum manusia itu sendiri).
Penulis juga menjabarkan pengembangan senjata biologis
dan senjata data yang dikembangkan untuk mengontrol dunia. Konspirasi atau
bukan, Harari menjabarkan logika 'persenjataan' ini secara masuk akal.
Bagian Dua -- Homo sapiens memberi makna bagi dunia
Humanisme atau manusia menyembah manusia lain menjadi
pokok pembahasan dalam bagian ini. Dunia sebenarnya tidak memiliki makna,
manusia lah yang memberikan makna sehingga kita ada di dunia yang kita kenal
saat ini.
Satu analogi ketika Harari menyamakan Firaun dengan
Elvis Presley. Bagaimana manusia dulu memuja Firaun bagai Tuhan, melakukan apa
yang disuruh olehnya, bahkan memujanya ketika dia sudah wafat. Pemujaan
berlebihan manusia terhadap manusia lain memberikan makna tertentu bagi si
pemuja, bahkan aktivitas hidup dan pilihan-pilihan manusia itu ditentukan oleh
'Tuhan"nya.
Ternyata ribuan tahun setelah Firaun, manusia masih
melakukan hal yang kurang lebih sama dengan pemujaan terhadap (misalnya)
bintang pop, idola atau tokoh politik kesayangan. Teknologi dan media sosial
saat ini bahkan memungkinkan manusia untuk mengikuti gerak-gerik idolanya tiap
saat, dan kecenderungan pemujaan dan pemaknaan terhadap idola mereka pun
meningkat seiring aktivitas 'pemujaan' tersebut.
Pada bagian kedua dari buku ini, saya beberapa kali
merasa tidak nyaman ketika Harari membahas tentang agama. Bagaimana agama itu
hanyalah sebuah fiksi yang dipercayai orang banyak, sehingga menjadi penuntun
hidup, walaupun manfaat agama (menurutnya) tidak dapat dirasakan secara riil.
Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi, kapitalisme, dan materialisme yang dianggap
bisa menyelesaikan masalah secara nyata (menurut Harari).
Bagaimana antibiotik dapat lebih nyata menyembuhkan
manusia jika dibandingkan dengan doa. Analoginya, terus terang, mengganggu
untuk saya. Kebijaksanaan diperlukan ketika membaca pernyataan-pernyataan
kontroversial dalam buku ini.
Bagian Ketiga -- Homo sapiens kehilangan kendali
Sebenarnya sudah bisa diduga ketika manusia memilih
mengedepankan teknologi dan mengesampingkan norma dan etika, maka kekacauan lah
yang akan terjadi. Bagian ini memberikan gambaran Harari tentang bagaimana
kiranya kekacauan dan hilangnya kendali itu bisa terjadi.
Kedokteran abad ke-20 bertujuan untuk menyembuhkan
orang sakit, sedangkan kedokteran abad ke-21 bertujuan untuk memperbarui orang
sehat. Anda sebagai orang tua bisa saja memiliki prinsip dan menolak memberikan
(misalnya) 'suplemen' untuk membuat anak anda menjadi lebih pintar bahkan
jenius, namun apa yang terjadi ketika anak-anak lain menjadi jenius karena
diberikan suplemen itu dan anak anda 'tertinggal'? Masihkah anda akan
berprinsip yang sama?
Buku ini menjabarkan bahwa gambaran hipotesis situasi
tersebut mungkin tidak lama lagi bisa terjadi di dunia kita sekarang. Intinya,
manusia berlomba-lomba menjadi yang terbaik, terhebat, teratas, terdepan,
bagaimanapun caranya.
Selain 'pembaruan' terhadap manusia, teknologi juga
memberikan kemungkinan tak terbatas pada pengembangan Artificial Inteligence
(AI). AI digambarkan sebagai pedang bermata dua. Manusia diharapkan untuk tetap
bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu. Namun, dari hari ke hari hal ini
akan terasa makin sulit untuk dilakukan.
Di saat manusia makin terlena karena kemudahan
teknologi, robot sedang belajar. Apa yang dipelajari? Tidak lain adalah data
yang kita (dengan senang hati) berikan kepada komputer, tablet, smartphone yang
secara global terhubung melalui keajaiban internet. Algoritma individu unik
yang membuat kita sebagai kita menjadi bebas untuk diakses siapapun, sadar
tidak sadar, suka maupun tidak.
Mengapa humanisme? Rasa kemanusiaan itu sangat
penting, dan inilah yang mulai hilang di masyarakat. Di buku pertama, Harari
mengungkapkan bahwa orang pintar yang tidak mengenal dirinya sendiri dapat
membahayakan. “Perkembangan bioteknologi memungkinkan kita mengalahkan bakteri
dan virus tetapi pada saat yang sama mengubah manusia sendiri menjadi ancaman
yang tak ada presedennya. Alat sama yang memungkinkan para dokter dengan cepat
mengidentifikasi dan mengobati penyakit-penyakit baru juga memungkinkan militer
dan teroris merekayasa penyakit yang lebih mengerikan dan penyakit kiamat.
Karena itu, sangat mungkin epedemi besar akan terus membahayakan manusia pada
masa depan hanya jika umat manusia sendiri menciptakannya, demi kepentingan
ideologi yang kejam.
Kekuatan data. Tidak bisa dinafikan di era digital
data memegang peran yang besar. Semua orang ingin menjadi bagian dari aliran
data. Walaupun untuk itu orang harus menyerahkan privasi, otonomi, dan
individualitas mereka.
Komentar
Posting Komentar